SELAMAT DATANG

WELCOME TO MY BLOG! berbagi ilmu & pengetahuan lewat blog ini

Tuesday 12 August 2014

Life is a Dedicated...





"Sungguh, tempat itu mengajarkan saya banyak hal, karena pada hakikatnya setiap tempat adalah guru bagi kita"







Tahukah anda?
Sejak saya kuliah di STIS ini. Saya bersama beberapa teman saya punya salah satu kegiatan rutin. InsyaAllah kegiatannya bermanfaat. Kami mengajar disebuah Taman Pendidikan Al-Qur’an yang dinamai oleh kami, Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) Kuburan Cina.

Kami bukanlah penggagas kegiatan ini, karena kegiatan ini sudah bertahun-tahun dilaksanakan oleh kakak tingkat sebelum kami. Berdirinya Taman Pendidikan Al-Qur’an ini merupakan dulunya gagasan dari mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) khususnya unit kegiatan mahasiswa Rohis STIS sebagai bentuk pengabdian bagi masyarakat serta rasa tanggung jawab sebagai seorang muslim untuk saling berbagi guna menyebarluaskan budaya membaca Al-Qur’an di kalangan masyarakat.

Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) Kuburan Cina ini beralamat di Kampung Ujung, Jalan Panca Warga 30 RT/RW 15/02 Kelurahan Cipinang Besar Selatan, Jakarta Timur. Sebagian besar masyarakat di Kampung ini sangat menerima dengan baik kehadiran kami sebagai pengajar TPA. Untuk aktivitas kegiatan mengajinya, kami biasa memakai mushola yang bernama Darus Sa'adah, satu-satunya tempat ibadah disana.

Namun yang sangat memprihatinkan, sebagian besar (bahkan mungkin seluruhnya) warga yang ada di kampung tersebut dapat dikategorikan penduduk miskin. Ada sekitar 90an rumah tangga dengan jumlah warga keseluruhan sekitar 400-450 jiwa. Mayoritas muslim, hanya beberapa yang non muslim.

Potret kemiskinan dapat kita lihat langsung saat memasuki wilayah kampung ini. Kondisi rumah tinggal yang kurang layak, sanitasi yang kurang memadai, bahkan interaksi manusia dengan hewan peliharaan terlalu dekat yang dapat memudahkan masyarakat disana terjangkit penyakit. Dari namanya saja “kuburan cina” pastilah sudah tergambar dalam pikiran kita bahwa kompleks perkampungan ini terletak dekat dengan kuburan.

Kuburan disekitar rumah warga














Yaa, bukan dekat lagi. Kuburan sudah jadi wilayah mereka beraktivitas setiap hari. Bahkan ada beberapa rumah yang didirikan diatas kuburan. Kalau mau tahu lebih dekat, sebagian besar pekerjaan kepala rumah tangga disana adalah buruh rongsokan, kuli panggul, dan pengrajin kayu. Tidak sedikit yang menggantungkan hidup dari hasil memulung.

salah satu sudut rumah warga yang dijadikan tempat untuk menumpuk barang rongsokan


Asal anda tahu, ketika saya berjalan disekitar kos pada malam atau dini hari, saya beberapa kali menjumpai warga kampung sana yang tengah menarik gerobak berisi tumpukan-tumpukan sampah yang berharga bagi mereka. Tidak hanya sampah yang saya lihat, terkadang saya dapati seorang anak tengah memanggil saya “kakaaaakk....” . 
Ya, itu adalah warga kampung ujung yang baru pulang dari bekerja menuju rumahnya.
Anaknya jika diajak mulung brooh, kasihan sih kasihan :(  tapi mau gimana lagi, setidaknya mereka bisa meringankan pekerjaan bapak/ibunya di jalan.

anak-anak disana banyak yang sudah terbiasa bermain dengan hewan 
Teringat suatu teori dalam pelajaran studi kependudukan bahwa disuatu kondisi tertentu misalnya pada suatu kelompok masyarakat atau etnis tertentu, anak adalah investasi untuk masa depan. Inti pola pikirnya adalah semakin banyak anak maka lebih menguntungkan bagi bapak ibunya karena diharapkan anak tersebut kelak akan menjadi tulang punggung bagi keluarga.

Setidaknya ini bisa memberikan seikit gambaran bahwa Jakarta, ibukota negara republik Indonesia yang kita cintai ini. Tidak hanya memiliki sisi kemewahan dibalik megahnya bangunan-bangunan pencakar langit yang menjulang gagah ataupun sisi kemodern-an dibalik semakin canggihnya teknologi dan sistem komunikasi informasi disana. Jakarta memiliki dua sisi yang bertolak belakang, tidak seperti yang saya bayangkan dulunya dan orang kampung lainnya, melalui televisi.

Yah, semoga saja sepetak lahanyang seperti itu bisa sesekali tertengok oleh pemimpin Jakarta.

Untuk saat ini, saya bersama teman-teman seperjuangan cuma bisa berbuat hal kecil bagi mereka. Masih bersyukur bisa diberi kesempatan mengajar iqro dan Al-Qur’an untuk mereka, untuk anak-anak disana. Hanya hal kecil, tetapi mungkin anak-anak itu menganggapnya remeh. Padahal dari situlah harapan kami, mengajarkan Al-Qur’an, sopan santun dan tata krama, agar nantinya mereka bisa tumbuh menjadi orang yang berbudi, berpendidikan. Sehingga mereka sendirilah yang akan menaikan derajad kampungnya.


Sungguh, tempat itu mengajarkan saya banyak hal, karena pada hakikatnya setiap tempat adalah guru bagi kita...

Semangat untuk teman-temanku: Shoim, Alam, Lambang, Pujo, Kautsaro, Mursyid, Ditha, Mardiati, Yayuk, Dila, dan lainnya. Semoga bisa tetap istiqomah, mengajar disana sampai kita lulus dari STIS. Aamiin

Potret kegiatan anak-anak di Kampung Ujung :














Jalan-jalan ke Museum nasional



0 comments:

Post a Comment