Pernah merasakan suatu
rasa? ya, rasa, utamanya rasa rindu. Tak mampu dipisahkan dari benak dan jiwa
setiap orang, karena ia menyatu dengan hati.
Ya, hati yang mengendalikan rasa rindu itu.
Ya, hati yang mengendalikan rasa rindu itu.
Hmm... tapi rasa rindu itu kadang juga dikendalikan oleh pikiran dan logika. Manakala kita melihat ke belakang, melihat masa lalu. Pikiran dan akal sehat akan melayangkan kita kesebuah masa yang tak bisa berbalik kembali, mau masa itu berasa pahit atau manis...
+ Hahah, apa sih
kamu yub? jangan terlalu melankolis. Aku yakin kamu punya sejuta rasa rindu,
karena
banyak
sekali kejadian-kejadian indah yang kamu lalui semasa hidupmu..
- Iya, iya.. saya cuma
terbuai dengan masa lalu, ketika saya mengunjungi suatu tempat yang masih asing
bagi saya.
+ apa? apakah terlalu
pahit untuk dikenang? terlalu manis untuk dilupakan?..
- ah, gak ada sangkut
pautnya dengan itu. Lebih baik mulai duduk diam dan simaklah...
#Minggu, 03 Agustus 2014
Perasaan rindu itu
muncul dibenak saya, setelah beberapa tahun bersarang di raga dan tak tahu
kapan akan diluapkan. Pagi itu saya nekad se nekad-nekadnya, berlanglang buana
kesuatu tempat yang masih asing bagi saya. Dulu ibu pernah bercerita, kalau
kakek (dari ibu saya) pernah tinggal di suatu desa di daerah Garut, Jawa
Barat.
Beliau disana hidup
selama masa bertugasnya sebagai mantri yang mengurusi hewan ternak, hingga
beliau menikah lagi dengan gadis Bogor yang sampai saat ini saya tidak tahu siapa beliau. Hingga
akhirnya suatu ajal menjemputnya, dan menakdirkan beliau di kebumikan di desa
tersebut. Padahal, seharusnya Ia dimakamkan di kampung halamannya, kampung halaman kami, NTB.
Yang saya sesalkan,
beliau keburu meninggal dunia sebelum melihat cucu laki-laki pertamanya ini.
Dan cucu laki-lakinya itu adalah saya. Saya lahir beberapa bulan sebelum
kematian beliau. Saya belum sempat ditimang-timang olehnya ataupun merasakan
hembusan nafasnya. Jangankan itu, melihat paras wajahnya secara nyata saja
belum pernah. Cuma foto buram simpanan ibu, dari situ saya bisa melihat gambaran
wajahnya. Cuma satu, dan sekarang entah masih ada atau tidak.
Sedih sekali, manakala
ibu pernah bercerita bahwa dulu beliau sangat senang ketika mendapati sebuah
surat dari ibu yang mengabarkan bahwa cucu laki-laki pertamanya telah lahir,
(kebetulan ketiga kakak saya perempuan semua). Hingga beliau mengirim surat
balasan yang isinya luapan perasaan senang dan harapan. Harapan agar cucunya
itu kelak bisa menjadi orang yang berguna dan bisa menyusulnya ke Jawa.
...
Akhirnya kuputuskan hari
itu untuk mencari transportasi ke Garut, dengan bekal ingatan 2 tahun yang lalu
yang hampir pudar, saya nekad pergi sendiri.
Saya ternyata salah
menaiki bus -_-, busnya itu ternyata keliling-keliling dulu. Apesnya, waktu
yang bisa ditempuh selama 5 jam, ditempuh 9 jam. Sedikit stres, tapi stres itu
hilang manakala saya bisa melihat daerah-daerah baru yang belum pernah saya
lalui. Jiwa seorang penikmat perjalanan tak bisa dibohongi hehe..
Ketika sudah sampai di
desa tujuan, saya mulai mencari rumah kakek yang dulu. TAPI??!! Disebelah mana
rumah kakek? Astaga, ingatan saya tak cukup kuat untuk mengingat jalanan-jalanan kecil yang ada disana. Kala itu sudah hampir maghrib dan sudah terbenak
dalam pikiran saya untuk tidur di masjid saja.
Tapi tunggu dulu, saya
masih punya informasi tentang keberadaannya. Sekolah dasar! ya, saya harus cari
sekolah dasar!. Tapi, ternyata masih apes sodara-sodara, sekolah dasar atau SD disana banyak. Dapat
petunjuk orang, ternyata bukan SD itu yang dimaksud. Sudah keliling-keliling
dan adzan maghrib telah berkumandang. Rasa nyerah mulai bergemuruh, sampai akhirnya
kupercayakan pada sekelompok anak yang tengah berjalan. “antarin ya kesana..”,
Fiuh,,
syukurlah..akhirnya saya bisa menemukan rumah kakekku yang dulu :D
rumah kakek dimalam hari |
Rumah kakekku itu sudah
dijual ke orang lain. Jadi ketika saya sampai disana, yang saya temui adalah
sebuah keluarga yang merupakan pemilik rumah itu saat ini, namanya Bu Euis. suaminya sudah pergi ke Bandung untuk bekerja. Untung saja orangnya
baik sehingga saya diizinkan untuk bermalam disana.
...
Besok paginya, saya
berunjung kerumah tetangga yang dulunya juga tetangga kakek saya. Rupanya orang-orang
disekitar rumah itu mengenal baik almarhum kakek saya. Diceritakan bahwa dulu almarhum kakek saya
adalah orang yang dermawan, beliau adalah satu-satunya pegawai negeri sipil di
desa itu. Hampir semua warga di desa itu miskin, oleh almarhum kakek saya
sering diberi secara cuma-cuma daging hewan ternak sepulangnya dari dinas
kerja. Hmm.. semoga cucunya kelak juga bisa seperti itu ya :)..
tetangga kakek yang dulu, ternyata masih menetap disana |
nenek yang dulunya dekat dengan kakek dan anak bu Euis |
Akhirnya tujuan utama
saya datang ke Garut kesampaian juga. Saya ber-ziarah ke kuburan kakek saya.
Rasanya sangat sedih dan kasihan ketika melihat kuburan itu selama bertahun-tahun
tidak dibersihkan. Ada juga rasa bangga yang terlintas, manakala saya sebagai
seorang cucu bisa berbakti kepada almarhum kakeknya dengan membersihkan kuburan
itu dari hama serta rumput yang mengganggu. Alhamdulillah...
kuburan kakek yang sudah bertahun-tahun tidak dibersihkan |
hasil kerja keras :D |
Usai sudah petualangan
saya kala itu, sudah waktunya pamit kepada sang pemilik rumah yang sangaaat
baik. "Ya Allah terima kasih banyak, sekali lagi Engkau telah mempertemukan
hamba dengan orang-orang yang mulia". Nasehat untuk diri saya sendiri dan anda adalah jangan sampai kita melupakan
kebaikan-kebaikan yang telah orang-orang berikan kepada kita.
...
Cobaan untuk pulang ternyata lebih berat, saya berkali-kali ditolak oleh
bus bertuliskan Tasikmalaya – Jakarta didepan kacanya. Sungguh karena hari itu masih hawanya lebaran jadi orang-orang banyak yang baru kembali ketempatnya bekerja, ke
Jakarta.
Sekalipun dapat busnya, kursi yang tersedia sudah penuh. Saya terpaksa
harus berdiri. Tahukah anda? Lama waktu tempuh dari Malangbong, Garut – Jakarta
waktu itu adalah 9 jam!, dan saya berdiri selama 7 Jam!! Bayangkan! padahal saya belum
makan siang. Ada kalanya satu kursi di dekat saya telah kosong karena penumpangnya telah turun. Namun, berpegang teguh pada prinsip Djarum 76, setidaknya masih ada perempuan yang membutuhkan kursi itu dibanding saya.
Meskipun demikian hati mesti di-enjoy-kan dan perjalanan harus tetap dinikmati, manakala bisa melihat pemandangan pegunungan Bandung barat dan kota Bandung dari jalanan yang super macet. Disisa waktu yang 2 jam itu akhirnya saya menyerah, saya terpaksa duduk persila diantara
sela-sela kursi penumpang, diantara himpitan kaki-kaki manusia yang padatnya
tak terkendali. Ada orang yang juga terpaksa duduk dibawah, ia melihat saya,
hingga ia membagikan sepotong koran untuk alas duduk. Terima kasih pak...
Meskipun demikian hati mesti di-enjoy-kan dan perjalanan harus tetap dinikmati, manakala bisa melihat pemandangan pegunungan Bandung barat dan kota Bandung dari jalanan yang super macet.
Perjalanan ke Jakarta kini saya lalui dengan termenung.
"Perjalanan adalah soal kita mencari pelajaran tentang kehidupan. Jangan sampai kita melupakan kebaikan-kebaikan yang telah orang-orang berikan kepada kita" -
Ayub A. Rahman
Ayub A. Rahman
keren yub, apalagi bagian yang "Perjalanan adalah soal kita mencari pelajaran tentang kehidupan. Jangan sampai kita melupakan kebaikan-kebaikan yang telah orang-orang berikan kepada kita" (y)
ReplyDeleteTerima Kasih :)
Deletewoh Ayub... super (y)
ReplyDeletesemangat terus, Yub! :D
Perjalanan dan pelajaran berharga banget yub (y)
ReplyDelete:D
Delete